Kisah kebangkrutan PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) Di awal 2025 seakan Karena Itu bukti kegagalan pemerintah, berikut penyebab dan ketidakadilan penanganan krisis industri. Foto/Dok
Bersama lebih Bersama 10.000 karyawan dan kapasitas produksi yang mencakup serat, pemintalan, penenunan, hingga garmen, Sritex Sebelumnya Dikatakan sebagai raksasa yang sulit tumbang.
Kontraknya Bersama Organisasimiliter, berbagai Negeri, serta penyediaan seragam militer Untuk TNI/Polri Menunjukkan bahwa Sritex Memperoleh pangsa pasar yang kuat, baik Di Untuk negeri maupun luar negeri. Tetapi Di 2021, tanda-tanda kehancuran mulai muncul.
Tekanan keuangan akibat ekspansi agresif yang dibiayai utang besar mulai terasa. Sritex terjerat Untuk skema penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) Setelahnya gagal membayar cicilan kepada kreditur.
“Untuk beberapa tahun berikutnya, berbagai upaya penyelamatan dilakukan, baik Bersama manajemen maupun pemerintah, tetapi semua langkah itu terbukti gagal,” terang Ekonom dan Pakar Aturan Publik UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat.
Di Oktober 2024, Lembaga Proses Hukum Niaga Semarang resmi Mengungkapkan Sritex pailit. Hanya Untuk beberapa bulan, pabrik-pabriknya tutup, 10.969 pekerja kehilangan pekerjaan, dan mata rantai pasok industri tekstil terguncang.
“Tindak Kejahatan Sritex bukan hanya tentang kegagalan satu perusahaan, tetapi juga cerminan Bersama melemahnya daya saing industri tekstil nasional serta ketidakmampuan pemerintah Untuk melindungi sektor strategis Bersama dampak Integrasi Ekonomiglobal dan Aturan yang tidak berpihak,” papar Achmad Nur Hidayat.
Menurutnya kebangkrutan ini menjadi peringatan Berencana potensi Pemutusan Hubungan Kerja massal Di perusahaan-perusahaan Pabrik lainnya, jika pemerintah tidak segera Memutuskan tindakan serius.
Penyebab Utama Kebangkrutan Sritex
Ditekankan juga Bersama Achmad Nur Hidayat bahwa kebangkrutan Sritex tidak terjadi Untuk semalam. Sejumlah faktor berkontribusi Di kehancuran perusahaan ini, mulai Bersama strategi keuangan yang berisiko, tekanan eksternal akibat Aturan perdagangan, hingga lemahnya Pemberian pemerintah Untuk Berjuang Bersama serbuan Pembelian Barang Bersama Luar Negeri tekstil murah.
“Secara internal, Kesalahan Individu manajemen Untuk Memutuskan utang menjadi faktor utama yang membuat Sritex rentan. Hingga 2022, perusahaan ini Memperoleh total liabilitas sebesar USD1,6 miliar atau Disekitar Rp25 triliun,” bebernya.
Artikel ini disadur –> Sindonews Indonesia News: Kisah Sritex, Tumbangnya Raksasa Tekstil Asal Solo