Jakarta –
Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) merasakan imbas Untuk larangan study tour cukup berpengaruh Ke industri Akomodasi. Study tour siswa sekolah biasanya diandalkan hotel Pada hotel Merasakan low season.
Sekjen PHRI Maulana Yusran kepada detikcom mengatakan tidak Memiliki data pasti berapa persen pengaruh larangan study tour menurunkan okupansi hotel, tapi dampaknya memang terasa.
“Ya tentu Hingga beberapa Lokasi khususnya Hingga Pulau Jawa itu sangat berpengaruh larangan study tour. Kalau Untuk sisi angka, kami tidak Memiliki data konkret ya, data absolut, Sebagai menjelaskan bahwa berapa persen (penurunannya) sih,” kata dia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Lantaran memang kontribusi Untuk okupansi itu yang terbesar pertama Untuk kegiatan pemerintah, Lalu ada Karya-Karya yang rutin yang dilakukan Dari anak-anak seperti study tour itu juga menjadi penyumbang Hingga okupansi hotel, walaupun nilainya tidak terlalu besar, nilai spending-nya. Lantaran namanya anak-anak kan berbeda Bersama business traveler atau traveler yang konteksnya Untuk konteks leisure dan seterusnya. Tapi crowd-nya pasti ada Sebagai membantu Kebugaran-Kebugaran Pada low season,” dia menambahkan.
Sebagai perbandingan, Untuk data Badan Pusat Statistik (BPS), data okupansi hotel tahun ini memang Merasakan penurunan. Untuk Januari hingga Mei 2025, Tingkat Penghunian Kamar (TPK ) hotel bintang mencapai 44,85 persen, turun 3,31 Nilai dibandingkan TPK Ke periode yang sama tahun 2024.
Maulana menambahkan Pada ini yang diperdebatkan Untuk larangan study tour itu adalah masalah biaya yang Lalu yang dibebankan kepada murid atau orang tua murid Sebagai pelaksanaan study tour tersebut.
“Nah tentu kalau itu yang menjadi satu substansinya itu tentu ada Metode sendiri atau Keputusan tersendiri yang supaya jangan hal tersebut terjadi. Bahwa study tour itu tidak bisa menjadi satu paksaan atau tidak bisa menjadi satu beban yang Berencana berdampak kepada pengeluaran rutin daripada orang tua murid tentu ya,” ujarnya.
Padahal Hingga sisi lain, pelaksanaan study tour punya beberapa aspek positif, mulai Untuk pengenalan Adat Istiadat Dunia atau wisata Indonesia kepada anak-anak sekolah.
“Lantaran bagaimanapun juga yang namanya Wisata Internasional itu butuh pengenalan destinasi, pengenalan Adat Istiadat Dunia, pengenalan Karya Hingga Kelompok, Hingga tempat, Area yang bukan menjadi domisili orang yang melakukan perjalanan tersebut. Itulah akhirnya generasi-generasi penerus kita juga memahami bagaimana Indonesia seutuhnya Bersama beraneka ragam Adat Istiadat Dunia, kulturnya, dan seterusnya itu menjadi salah satu ilmu pengetahuan juga Untuk anak-anak,” ujarnya.
Study tour juga Memberi multiplier efek tidak hanya buat hotel yang menjadi tempat penginapan anak-anak tapi juga transportasi dan jasa wisata lainnya.
“Ya baik itu Untuk sisi transportasi, Untuk sisi pergerakannya dan seterusnya itu juga Berencana berdampak nantinya. Banyak multiplier efeknya Lantaran ini gimana pun juga kegiatan Karya Wisata Internasional itu kan komponennya banyak. Bisa aja Melewati study tour, Melewati pergerakan berwisata, Melewati leisure yang ada umumnya. Itu juga bisa menyumbang pergerakan tersendiri,” ujar dia.
“Dan kalau kita lihat konteks daripada study tour itu sendiri, tidak semuanya menjadi negatif sebenarnya. Kalau memang tujuannya itu dilakukan secara benar. Nah, itulah yang banyak diharapkan dan yang sudah tumbuh Lantaran Pada ini terjadi, apa namanya, Di supply chain-nya dan juga demand-nya juga Meresahkan, termasuk tumbuh juga supply chain-nya yang memenuhi kebutuhan-kebutuhan daripada perjalanan tersebut,” dia menambahkan.
“Nah Karena Itu banyak konteks sebenarnya. Karena Itu kalau kita melihat study tour dilarang Secara Keseluruhan tanpa melihat apa permasalahan Untuk study tour itu sendiri yang harus diselesaikan, tentu dampaknya juga cukup besar,” kata dia.
Sebelumnya Itu Kementerian Wisata Internasional menyoroti kesalahpahaman yang masih banyak terjadi Hingga kalangan sekolah Yang Terkait Bersama Prototipe study tour atau edu-wisata.
Kemenpar menegaskan bahwa banyak institusi Pembelajaran masih menganggap kegiatan ini hanya sebagai ajang liburan semata, tanpa pesan edukatif yang mendalam.
“Sekolah-sekolah menganggap edu-wisata atau study tour itu hanya pelesiran. Agar Prototipe yang dibuat Untuk melakukan perjalanan itu masih hanya Berjalan yang tidak ada message-nya,” ujar Deputi Bidang Industri dan Penanaman Modal Kementerian Wisata Internasional Rizki Handayani Mustafa Hingga Bogor, Jawa Barat, Rabu (19/6).
Akibat pemahaman yang keliru ini, beberapa Lokasi Justru memutuskan Sebagai melarang kegiatan study tour Lantaran Dikatakan lebih banyak membawa mudarat daripada manfaat. Padahal menurut Rizky, jika dimanfaatkan secara benar, edu-wisata bisa menjadi sarana luar biasa Sebagai membangun empati Pada lingkungan dan memperkuat Hubungan spiritual Bersama alam Dari usia dini.
“Belajar tentang alam itu bukan hanya melihat. Empati Pada lingkungan yang ada, empati itu harus dibina dan dididik Untuk kecil. Nggak bisa sudah besar kamu berempati Pada lingkungan itu Lantaran nggak masuk. Tapi Untuk kecil, ketika kita masih punya anak-anak kecil, melihat binatang itu menjadi salah atau bila hewan atau flora atau fauna itu sebenarnya kita belajar bagaimana sebenarnya Tuhan sudah menyiapkan segala sesuatunya,” ujarnya.
(ddn/fem)
Artikel ini disadur –> Detik.com Indonesia Berita News: Imbas Larangan Study Tour Hingga Hotel Terasa, Biasa Karena Itu Andalan Pada Low Seasons