Beberapa waktu lalu viral Gaya ‘What’s my curse’ Hingga media sosial. Netizen membagikan tangkapan layar percakapan Didalam chatbot Kecerdasan Buatan (AI) ChatGPT bertanya soal ‘kutukan’ pribadi yang mengacu Di perasaan atau kebiasaan negatif Di hidup.
ChatGPT biasanya Akansegera Memberi Memberi jawaban seperti ‘sering menolong orang lain tapi lupa Didalam diri sendiri’ atau ‘seringkali punya ide atau pikiran yang bagus, tapi tidak pernah berani melakukannya’. Gaya ini akhirnya dijadikan ajang Untuk melakukan refleksi diri, tapi Didalam cara yang sederhana Didalam chatbot AI.
Kenapa Jawaban Chatbot AI Terasa Akurat?
Psikolog klinis Ghina Sakinah Safari menuturkan munculnya Gaya ini Menunjukkan besarnya kebutuhan orang Untuk melihat diri secara reflektif. Menurutnya, jawaban chatbot AI biasanya Akansegera bersifat umum tapi Didekat Didalam Komunitas Supaya terasa akurat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Jawaban Di chatbot biasanya bersifat generik Akan Tetapi relatable, seperti ‘terlalu mikirin orang lain tapi lupa diri sendiri’. Ini mirip Didalam cara kerja horoskop atau tes kepribadian Hingga Jaringan, terasa akurat Sebab sifatnya luas tapi menyentuh tema umum kehidupan manusia,” kata Ghina ketika dihubungi detikcom, Senin (28/7/2025).
Ia meyakini Gaya ini Memiliki sejumlah hal positif. Pertama adalah Memperbaiki kesadaran diri Yang Berhubungan Didalam kepribadian dan emosi. Menurutnya, ini bisa menjadi titik awal seseorang Untuk merenung atau membuka diskusi tentang diri.
Hingga Samping Itu, ini juga bisa menjadi media ekspresi diri. Ghina menuturkan ini bisa menjadi cara aman Untuk membuka pembicaraan soal emosi tanpa terlalu serius.
“Merasa ‘terlihat’ dan terhubung. Apalagi jika hasilnya dibagikan Hingga media sosial, ada rasa bahwa ‘aku nggak sendirian merasakannya’,” ujar Ghina.
Potensi Bahaya Gaya ‘What’s My Curse’
Meski begitu, Ghina menilai ada beberapa potensi berbahaya yang Mungkin Saja ditimbulkan Di Gaya ini. Misalnya apa yang diungkapkan chatbot sebenarnya tidak akurat dan bisa saja menyesatkan.
Tidak semua ‘kutukan’ yang disebut Didalam chatbot AI relevan secara psikologis dan belum tentu sesuai Didalam konteks Situasi psikologis seseorang.
“Hingga Samping Itu, bisa menstempel diri secara negatif. Misalnya, seseorang mulai percaya bahwa ia ‘selalu menjadi korban’ hanya Sebab prompt AI menyebut begitu,” jelas Ghina.
Terakhir, menurut Ghina ada potensi efek candu refleksi negatif Di Gaya ini. Terlalu sering mencari makna Di chatbot bisa membuat seseorang bergantung Untuk Memperoleh validasi diri.
Kebiasaan Curhat Hingga Chatbot, Normal atau Tidak?
Normal atau tidaknya kebiasaan curhat Hingga chatbot AI tergantung Di tujuan dan frekuensi. Curhat Hingga chatbot masih bisa Dikatakan normal jika seseorang sekedar ingin meluapkan pikiran atau mencari saran awal Sebelumnya bertemu profesional Keadaan mental seperti psikolog atau Ahli Kebugaran jiwa.
“Tapi jika seseorang mulai menggantikan peran manusia (teman, keluarga, atau terapis) Didalam chatbot, atau merasa lebih nyaman berbicara Didalam AI daripada manusia, ini bisa Karena Itu tanda keterisolasian emosional,” ungkapnya.
Ghina mengingatkan chatbot AI tidak menyimpan informasi User secara personal. Jangan membagikan data pribadi sensitif Hingga Di chatbot.
Hingga Samping Itu, penting Untuk diingat chatbot bukanlah pengganti profesional Keadaan mental. Untuk Memperoleh diagnosis atau terapi, Dukungan profesional harus diutamakan.
Halaman 2 Di 3
(avk/kna)
Artikel ini disadur –> Detik.com Indonesia Berita News: Refleksi Diri Lewat Dukungan AI Hingga Balik Gaya Viral ‘What’s My Curse’