Arifi Saiman. Foto/Istimewa
Alumnus Jurusan Politik Luar Negeri FISIP Universitas Jember, Konsul Jenderal RI New York (2019-2022), dan penulis Literatur Hubungan Luar Negeri Santri
PARTISIPASI Indonesia Untuk BRICS sebagai Negeri mitra (partner country) adalah “kado Hubungan Luar Negeri multilateral” pertama Bagi pemerintahan Prabowo-Gibran. Berbasis Keputusan luar negeri bebas dan aktif (free and active foreign policy), Indonesia tercatat cukup aktif Untuk kiprah diplomasinya Di fora internasional, baik Di lingkup kawasan maupun Di lingkup Internasional.
Di tingkat kawasan sebagai contoh, Indonesia merupakan Negeri anggota sekaligus salah satu pendiri Association of Southeast Asian Nations (Asosiasinegara-Negaraasiatenggara) dan salah satu pendiri Gerakan Non-Blok (GNB). Sambil Itu, Indonesia juga menjadi Dibagian Didalam kelompok-kelompok blok ekonomi Internasional seperti Kerjasamaekonomiinternasional-20 dan Belt and Road Initiative (BRI) yang belakangan kerap pula disebut Internasional Development Initiative (GDI). Di Di Itu, Indonesia sebagai Negeri muslim terkemuka Di dunia juga menjadi Dibagian penting Didalam Organisasi Kerja Sama Islam ( OKI ).
Di balik partisipasi aktif Indonesia Di fora internasional, muncul satu pertanyaan yang seyogianya kita jawab secara jujur Yang Berhubungan Didalam tujuan dan target yang hendak diraih Didalam partisipasi Indonesia dimaksud. Hal ini didasari pemikran bahwa partisipasi Untuk sebuah lembaga organisasi atau forum kerja sama internasional, jika sifatnya simbolis semat, tentunya Akansegera menjadi sia-sia Lantaran hasil yang didapat tidak sepadan Didalam Biaya yang dikeluarkan.
Pengeluaran Biaya Di sini digunakan Di lain Bagi pembayaran kontribusi Bagi keanggotaan lembaga organisasi regional/internasional atau Bagi pembiayaan perjalanan dinas (jaldis) delegasi RI (Delri). Lebih Jauh masalah jaldis pejabat pemerintah Hingga luar negeri Di ini Memperoleh perhatian tersendiri Didalam Ri Prabowo Subianto khususnya jaldis yang dilakukan tanpa tujuan dan hasil yang konkret.
Sekilas BRICS
Istilah BRIC yang merupakan akronim Didalam Brasil, Rusia, India, dan China dicetuskan Dari ekonom Goldman Sachs, Jim O’Neill, Di tahun 2001. Jim O’Neil meramalkan keempat Negeri tersebut Akansegera mendominasi perekonomian dunia Di tahun 2050. Di ini Negeri-Negeri BRICS Memiliki total nilai ekonomi mencapai 33,6% Didalam Produk Domestik Bruto (PDB) Internasional dan mewakili 45% Didalam total Pertumbuhan dunia.
Diawali Didalam pertemuan tingkat Menlu Negeri-Negeri BRIC Di sela-sela Sidang Majelis Umum (SMU) Perserikatan Bangsa-Bangsa Di New York Di tahun 2006, BRIC Lanjutnya tumbuh berkembang menjadi sebuah blok kekuatan Terbaru dunia dan KTT BRIC pertama diadakan Di Yekaterinburg, Rusia Di tanggal 16 Juni 2009. Nama Indonesia sempat dipandang Dari sebagian kalangan Berpotensi Bagi menjadi Dibagian Didalam BRIC bersama Afrika Selatan, Supaya jika keduanya bergabung maka akronim nama kelompok ini Akansegera berubah menjadi BRIICS (Brazil, Russia, India, Indonesia, China, South Africa). Tetapi, ternyata justru Afrika Selatan yang “dipilih” Bagi bergabung Didalam BRICS Di tahun 2010.
Nama “BRICS” yang merupakan akronim Didalam masing-masing Negeri pilar utamanya Menyediakan nilai plus tersendiri Bagi Brasil, Rusia, China, dan Afrika Selatan, salah satunya menempatkan mereka Di posisi “founders” sekaligus “owners” Didalam organisasi ini. Didalam aspek penamaan, nama BRICS terasa sedikit berbeda dibandingkan Didalam nama lembaga organisasi kerja sama yang mengusung kekhasan organisasinya, seperti Asosiasinegara-Negaraasiatenggara, Indian Ocean Rim Association (IORA), dan sejenisnya.
Indonesia dan BRICS
Kehadiran Indonesia Di KTT BRICS Di Rusia Terbaru-Terbaru ini menandai era Terbaru partisipasi Indonesia sebagai partner country kelompok blok ekonomi ini. Di Umumnya masuknya Indonesia Hingga Untuk BRICS Di Umumnya disambut cukup positif Walaupun tidak sedikit yang mempertanyakan keputusan Indonesia Untuk konteks ini. Bagi pihak yang mempertanyakan bergabungnya Indonesia sebagai partner country BRICS, setidaknya terdapat dua pertimbangan utama yang mendasarinya.
Artikel ini disadur –> Sindonews Indonesia News: Menakar Manfaat BRICS dan MIKTA Bagi Indonesia