Ketua Bidang Penggalangan Milenial dan Gen Z DPP Partai Perindo David V. H Sitorus menyoroti wacana perubahan Dewan Pertimbangan Ri (Wantimpres) menjadi Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Foto/Dok SINDOnews
Dirinya tak mempersoalkan jika Baleg ingin melakukan perubahan kelembagaan tersebut. Mengingat, sebagaimana diatur Di undang-undang, Ri berhak membentuk Dewan Pertimbangan. Hanya saja, kata dia, ia mengkritisi perubahan nomenklatur tersebut menjadi DPA. Pasalnya, hal ini secara jelas bertentangan Didalam konstitusi.
“Karena Itu kalau saya menyarankan sebaiknya dibentuk sebuah Dewan Pertimbangan, tetapi tidak menggunakan Dewan Pertimbangan Agung, Sebab itu telah dihapus Dari konstitusi. Jangan sampai nanti multitasir,” kata David Di dihubungi, Rabu (10/7/2024).
“Karena Itu sebaiknya dibentuk saja nama lain. Misalnya Dewan Pertimbangan Nusantara atau Dewan Pertimbangan apa pun yang merujuk Ke kewenangan, kelembagaan diamanatkan Dari Pasal 16 Undang-Undang Dasar,” ujarnya.
Berencana tetapi, jika Baleg Dewan Perwakilan Rakyat tetap memaksa Sebagai mengubah menjadi Dewan Pertimbangan Agung, David memandang bahwa perubahan ini Berencana menimbulkan penafsiran Ke Ditengah Kelompok. “Karena Itu supaya tidak multitafsir, menurut saya ini berkenaan Didalam konstitusi sebaiknya dihapus saja. Itu menurut saya masih Yang Berhubungan Didalam kelembagaan atau Yang Berhubungan Didalam usulan Dewan Pertimbangan Agung tersebut,” pungkasnya.
Diketahui, Baleg menyetujui revisi Perundang-Undangan tentang Wantimpres menjadi RUU inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat dan dibawa Ke paripurna Sebagai persetujuan. Setidaknya, ada tiga subtansi perubahan.
Pertama, terletak Ke nomenklatur Di Wantimpres menjadi Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Kedua, Yang Berhubungan Didalam jumlah keanggotaan.
Jumlah anggota DPA menjadi tak terbatas dan menyesuaikan kebutuhan Ri. Perubahan ketiga, RUU Wantimpres Berencana mengatur syarat menjadi anggota DPA.
(rca)
Artikel ini disadur –> Sindonews Indonesia News: Politikus Perindo Usul Wantimpres Karena Itu Dewan Pertimbangan Nusantara, Bukan DPA