Rangkasbitung –
Suku Badui viral usai kecaman budayawan yang menilai kaum perempuan dieksploitasi Hingga TikTok dan Instagram. Seperti apa sih kampung Badui yang tersembunyi itu?
Budayawan Banten Uday Suhada mengecam eksploitasi perempuan Badui yang kini marak dilakukan Dari para konten kreator Hingga media sosial (medsos), baik Instagram maupun TikTok.
“Kita sangat prihatin dan marah atas kelakuan sejumlah pihak konten kreator atau influencer medsos atau apapun namanya, yang makin Hingga sini Lebihterus mengeksploitasi perempuan muda Badui,” kata Uday Di keterangan tertulis Hingga Rangkasbitung, Lebak, Selasa (2/7/2024).
Berkunjung Hingga Kampung Badui
Sebelumnya menginjakkan kaki Hingga kampung Badui, saya masih menyimpan persepsi bahwa mereka adalah Kelompok yang terasing, terpencil dan terisolasi Di perkembangan dunia luar.
Maka, Ke Pada pertama kali berjumpa Bersama orang-orang Badui, saya agak takut mendekati mereka. Saya khawatir mereka tidak suka berinteraksi, atau ada hal-hal lain yang menjadi pantangan Untuk mereka yang tidak saya ketahui.
Hingga luar dugaan, orang-orang Badui cukup terbuka. Bersama ramah, mereka menjelaskan Kebiasaan mereka, cara hidup mereka, kebiasaan mereka.
Suku Badui adalah warga Kerajaan Padjajaran yang memilih Untuk mengasingkan diri Untuk menjaga kemurnian Kebiasaan. Dari awal mula, mereka memang Bersama sengaja memilih Kehidupan Sederhana, menyatu Bersama alam dan menjauhkan diri Di pengaruh dunia luar.
Beberapa literasi menyebutkan bahwa orang Badui percaya bahwa mereka adalah keturunan Batara Cikal, dewa yang diutus Hingga bumi Untuk menjaga harmoni. Tak heran bila orang Badui sangat menghargai alam.
Pekerjaan mereka umumnya bercocok tanam. Sesekali mereka juga menjual hasil bumi, madu, gula kawung serta hasil tenunan mereka Ke Kelompok Hingga luar Badui.
Sebab Memiliki prinsip hidup tidak ingin merusak Kesejaganan alam, orang-orang Badui Memiliki cara tersendiri Untuk mengusir hama wereng yang mengganggu tanaman. Mereka membuat alat Bunyi unik yang terbuat Di bambu atau pelepah kawung, bernama karinding.
Suara yang dihasilkan Dari alat Bunyi yang ukurannya hanya sejengkal itu membuat saya merinding. Meski terlihat sederhana, Akan Tetapi nada yang dihasilkannya terdengar indah dan meriah.
Kampung Badui sendiri letaknya tersembunyi, jauh Di pusat kota Rangkasbitung. Saya tidak menjumpai jalan mulus beraspal dan kendaraan bermotor yang lalu lalang Hingga sana. Kontur jalan yang saya lalui hanya berupa jalan tanah yang sesekali berbatu yang tak selalu datar, lebih sering menanjak dan menurun Bersama tajam.
Akan Tetapi demikian, orang-orang Badui melewatinya setiap hari Bersama berjalan kaki, Justru tanpa menggunakan alas kaki dan sama sekali tidak mengandalkan alat transportasi. Kampung Badui Luar masih relatif mudah dijangkau, Akan Tetapi tidak demikian halnya Bersama kampung Badui Di yang lebih jauh Hingga pedalaman.
Di kampung Badui Luar, masih diperlukan Di tiga hingga lima jam perjalanan yang seluruhnya harus ditempuh Bersama berjalan kaki Ke kampung Badui Di.
Sebab beratnya perjalanan yang harus ditempuh, warga Badui Di memberi ijin pengunjung Di luar Badui Untuk menginap, Akan Tetapi tak boleh lebih Di semalam.
Itu pun Bersama syarat tidak boleh mencemari sungai yang dipergunakan Untuk mandi Bersama sabun, shampoo, atau pasta gigi.
Menginap Hingga kampung Badui yang tanpa aliran listrik sudah pasti Memberi sensasi tersendiri Untuk mereka yang terbiasa Bersama gemerlapnya kota.
Tempattinggal-Tempattinggal Hingga perkampungan Badui bentuknya hampir serupa, dibangun Bersama kearifan lokal yang mengandalkan setiap materialnya Di alam.
Isi rumahnya pun nyaris tanpa perabot. Hanya ada tikar Untuk alas tidur serta perlengkapan dasar Untuk makan. Dapur pun sama sederhananya, Bersama tungku berbahan bakar kayu.
Anak-anak Badui tidak sekolah, Akan Tetapi mereka tidak buta huruf. Mereka tetap belajar, Kendati tidak secara formal. Selain menyerap ilmu Di leluhur, mereka juga belajar Di alam Di.
Anak-anak perempuan sudah belajar menenun Dari mereka berusia sepuluh tahun. Sesudah melihat Bersama mata kepala sendiri cara hidup orang Badui, persepsi saya tentang mereka pun berubah.
Kesederhanaan ternyata tak hanya menenangkan, Akan Tetapi bisa menyenangkan juga, apabila dijalani Bersama sepenuh kesadaran. Orang-orang Badui membuktikan bahwa hidup bisa saja dijalani Bersama cara yang berbeda.
(wsw/wsw)
Artikel ini disadur –> Detik.com Indonesia Berita News: Berkunjung Hingga Kampung Badui yang Tersembunyi, Viral Usai Perempuan Dieksploitasi