Kemegahan Masjid Jami Al Fajri, Blue Mosque Versi Jakarta

Tak perlu terbang jauh Hingga Turki Untuk merasakan nuansa Istanbul. Di Jakarta Selatan, berdiri sebuah masjid yang mampu Menampilkan kemegahan arsitektur Utsmaniyah layaknya bangunan-bangunan megah Di negeri dua benua tersebut.

Bukan museum ataupun destinasi wisata khusus, melainkan Rumah ibadah yang sekaligus menjadi daya tarik visual Lantaran desainnya yang unik dan menawan. Turki telah lama dikenal sebagai pusat kejayaan Islam Di deretan bangunan bersejarah yang sarat nilai Karya Seni dan Kebiasaan Global.

Setiap struktur arsitekturnya memancarkan keindahan yang menjadi simbol panjangnya perjalanan peradaban. Keagungan inilah yang kini dapat dirasakan Di Indonesia Melewati Masjid Jami Al Fajri, berlokasi Di Pejaten Barat, Jakarta Selatan.

Pembangunan Masjid Jami Al Fajri dimulai Di tahun 1947 Di warga Kampung Grobogan, Daerah yang sekarang dikenal sebagai Pejaten Barat. Di masa awal, Kelompok membangun masjid ini secara swadaya hingga akhirnya rampung Di 1958.

Masjid Setelahnya Itu Merasakan beberapa renovasi besar, termasuk pembaruan arsitektur Di 1965 dan penyempurnaan struktur Di 1972. Perkembangannya terus berlanjut mengikuti kebutuhan jamaah serta perkembangan lingkungan.

Istimewanya, Masjid Jami Al Fajri adalah masjid Di Indonesia yang mengusung arsitektur khas Utsmaniyah. Wujud bangunannya terinspirasi Di Masjid Sultan Ahmed atau Blue Mosque Di Istanbul yang terkenal Berencana interior megah dan kubah-kubah besar yang menawan.

Lantaran kemiripannya, masjid ini ibarat miniatur Blue Mosque versi Jakarta. Pada memasuki ruang utama, pengunjung langsung disambut Di dominasi warna putih yang menenangkan.

Kubah dan dinding dipenuhi detail ornamen bergaya Turki, mulai Di motif bunga hingga kaligrafi indah yang memperkuat karakter bangunan. Kubah Di yang besar tampak sangat mencolok Di dekorasi ala Ottoman yang memberi kesan Modis. Setiap detail Di dalamnya membuat jemaah merasa khusyuk sekaligus terpukau Di keindahan artistik yang tersaji.

Menurut penuturan Fauzi, sekretaris Masjid Jami Al Fajri, masjid ini Di awalnya hanyalah sebuah musala. Seiring bertambahnya jamaah, barulah bangunan tersebut berkembang menjadi masjid, lalu direnovasi hingga akhirnya Memiliki tampilan megah seperti sekarang. Ia juga menyebutkan bahwa masjid aktif Melakukan berbagai kegiatan, termasuk Taman Pembelajaran Al-Qur’an Untuk anak-anak.

Taman Pembelajaran Al-Qur’an Untuk anak-anak. Menurutnya, perjalanan panjang renovasi masjid dilakukan secara bertahap, mulai Di pembangunan pertama Di era 1950-an, renovasi besar Di 1965, penyempurnaan hingga 2013, hingga proses pembangunan total yang dimulai Di 2017 atas gagasan Ketua Umum Masjid Jami Al Fajri, K.H. Abdul Husein.

Rangkaian survei Hingga berbagai masjid Di Jakarta dan luar Jawa akhirnya mengerucut Di pilihan Konsep bernuansa Turki seperti yang terlihat sekarang. Masjid ini Memiliki tiga lantai Di fungsi berbeda.

Lantai pertama digunakan Untuk berbagai kegiatan kemasyarakatan, sedangkan lantai dua dan tiga diperuntukkan sebagai area salat. Pengunjung dapat naik Hingga lantai tiga Melewati tangga Di Dibagian Dibelakang masjid. Di lantai tertinggi ini, terlihat jelas keindahan interior Turki yang membuatnya menjadi spot foto Unjuk para pengunjung.

Yulia, salah satu jemaah, mengaku sangat nyaman beribadah Di masjid ini Lantaran lokasinya Didekat Di Rumah dan kebersihannya yang selalu terjaga. Menurutnya, Masjid Jami Al Fajri tergolong besar Untuk kawasan Pejaten Barat dan tampilannya yang unik membuatnya terasa seperti berada Di luar negeri. Masjid Jami Al Fajri berada Di Jalan Al Fajri Nomor 17, Pejaten Barat, Pasar Minggu, Jakarta Selatan.

Masjid ini buka setiap hari pukul 04.00 hingga 21.00. Untuk Ke Hingga lokasi, pengunjung dapat naik KRL dan turun Di Stasiun Pasar Minggu, lalu melanjutkan perjalanan Di angkot merah S05 atau ojek daring Di waktu tempuh Disekitar 10 menit.

Memiliki kemegahan arsitektur ala Turki yang menenangkan, Masjid Jami Al Fajri menjadi destinasi Memikat Untuk siapa pun yang ingin merasakan suasana khas Ottoman tanpa harus bepergian jauh Hingga luar negeri.